Sabtu, 23 November 2019

Sebelum Perang Dunia ke II, Tarakan merupakan bagian dari Hindia Belanda (NEI) dan merupakan pusat produksi minyak yang penting. Dua ladang minyak di pulau itu menghasilkan 80 ribu barel minyak per bulan pada tahun 1941. Mengamankan ladang minyak Tarakan merupakan salah satu tujuan awal Jepang selama Perang Pasifik. Pasukan Jepang Dai Nippon mendarat di pantai timur pulau itu pada 11 Januari 1942 dan mengalahkan garnisun Belanda hanya dalam dua hari pertempuran di mana separuh tentara dibunuh. Sementara ladang minyak berhasil disabotase oleh Belanda sebelum mereka menyerah. Namun para insinyur Jepang dapat segera memperbaikinya dan kembali produksi dengan 350 ribu barel diekstraksi setiap bulannya pada awal 1944.
Setelah Belanda menyerah, 5 ribu penduduk Tarakan menderita di bawah pendudukan Jepang. Sejumlah besar tentara yang ditempatkan di pulau tersebut kekurangan pangan dan banyak warga sipil menderita kekurangan gizi. Pihak berwenang Jepang membawa 600 buruh ke Tarakan dari Jawa. Serdadu Jepang juga memaksa sekitar 300 wanita Jawa untuk bekerja sebagai "wanita penghibur" di Tarakan setelah berhasil membujuk mereka dengan tipuan untuk dipekerjaan sebagai juru tulis dan buruh pabrik pakaian.
Akibat pendudukan Jepang, Pasukan Sekutu secara besar-besaran datang menuju Tarakan selama tahun 1944 untuk merebut kembali Tarakan. Kapal tanker minyak Jepang terakhir meninggalkan Tarakan pada Juli 1944, dan serangan udara Sekutu yang besar pada akhir tahun menghancurkan fasilitas produksi dan penyimpanan minyak di pulau itu. Ratusan warga sipil
Indonesia mungkin juga terbunuh oleh serangan-serangan ini. Garnisun Jepang di Tarakan berkurang pada awal tahun 1945. Salah satu dari dua batalyon infanteri yang ditempatkan di pulau itu (Batalyon Infantri Independen 454) ditarik ke Balikpapan. Batalyon ini kemudian berhasil dihancurkan oleh Divisi 7 Australia pada Juli saat pertempuran Balikpapan. Tujuan utama serangan Sekutu di Tarakan (kode bernama "Oboe One") untuk mengamankan dan mengembangkan landasan pacu bandara di pulau tersebut guna dapat digunakan sebagai pangkalan udara untuk pendaratan di Brunei, Labuan dan Balikpapan. Tujuan keduanya mengamankan ladang minyak Tarakan sebagai sumber minyak pasukan Sekutu.

Tarakan_patrol_(P02819-002)
Tarakan, Kalimantan Utara 1945: Di daerah terpencil di garis pantai Tarakan, satu dari sekian banyak patroli Indonesia masuk ke pedalaman untuk mencari serdadu Jepang. Patroli ini merupakan bagian dari serangan gabungan AIF dan Royal Netherlands Indies yang pertama di Hindia Belanda.
Karena Jepang telah mempersiapkan pertahanan untuk melawan invasi selama beberapa bulan dan Jepang menyadari kekuatan besar Sekutu tengah bersatu di Morotai untuk menyerang Borneo. Sebelum kedatangan pasukan invasi, garnisun Jepang di Tarakan dan Borneo mengalami serangan dari udara dan laut secara intensif dari 12 April hingga 29 April. Sekutu juga bersiap melakukan serangan udara terhadap basis militer Jepang di China, Indochina Perancis dan Hindia Belanda untuk menekan unit angkatann udara Jepang di seluruh region.
Serangan Sekutu ini menghancurkan semua pesawat Jepang di wilayah Tarakan. Pengeboman udara di Tarakan meningkat dalam intensitas lima hari sebelum pendaratan. Serangan ini difokuskan pada area yang berbatasan dengan pantai yang direncanakan di Lingkas dan berusaha untuk menetralisir pertahanan Jepang di area tersebut. Tangki penyimpanan minyak di Lingkas menjadi target utama karena dikhawatirkan tangki-tangki minyak akan dihancurkan untuk melawan pasukan Sekutu. Pengeboman ini memaksa sebagian besar penduduk sipil Tarakan melarikan diri ke pedalaman. Sedikitnya 100 warga sipil terbunuh atau terluka. Pasukan
Sekutu yang akan melakukan serbuan ke Tarakan berkumpul di Morotai pada Maret dan April 1945. Kelompok Brigade 26 dimobilisasi dari Australia ke Morotai dengan kapal-kapal Angkatan Darat Amerika Serikat dan tiba pada pertengahan April dan bersiap melakukan pendaratan dengan amfibi.
Pasukan Sekutu

Pendaratan di Pulau Sadau menjadi kali pertama untuk pasukan Australia di wilayah non-Australia khususnya di Pasifik sejak akhir 1941 (Partisipasi Australia dalam Kampanye New Guinea dari tahun 1942 dan seterusnya terbatas pada wilayah Australia di New Guinea). Korban sekutu lebih kecil dari yang diperkirakan, dengan 11 orang terbunuh dan 35 lainnya cedera. Setelah mengamankan tempat pendaratan, Kelompok Brigade 26 maju ke Timur menuju Kota Tarakan dan Utara menuju bandara, bersamaan tentara Australia menghadapi perlawanan Jepang yang semakin besar saat mereka bergerak semakin maju.
Selama minggu pertama invasi tersebut, 7 ribu pengungsi Indonesia beralih mengikuti jalur Australia yang sedang maju mendesak pasukan Jepang. Jumlah ini lebih banyak daripada yang diperkirakan, dan para pengungsi, dilaporkan mengalami gangguan kesehatan. Meskipun terjadi kerusakan akibat pemboman Sekutu dan invasi, sebagian besar warga sipil menyambut orang Australia sebagai pasukan pembebas. Ratusan warga sipil Indonesia kemudian bekerja sebagai buruh dan kuli untuk pasukan Sekutu.

Keterangan foto tidak tersedia.

Gambar mungkin berisi: 7 orang
Sumber FB Indonesia Tempo Doeloe

Post a Comment: